Klub Desain Grafis SMPN 1 Pailangga memberikan fondasi penting bagi desainer tingkat awal, berfokus pada Rancangan Grafis sebagai komunikasi visual yang efektif. Siswa diajarkan bahwa desain bukan hanya tentang estetika, tetapi tentang menyampaikan pesan secara jelas dan menarik. Penguasaan dasar-dasar ini sangat krusial sebelum melangkah ke perangkat lunak desain yang lebih kompleks dan canggih.
Prinsip utama yang pertama kali dikenalkan adalah komposisi. Siswa belajar menggunakan rule of thirds, keseimbangan, dan hierarki visual untuk memandu mata audiens. Komposisi yang baik memastikan elemen terpenting dalam Rancangan Grafis langsung menarik perhatian dan mudah diproses oleh mata audiens yang melihat.
Teori warna adalah pelajaran wajib berikutnya. Siswa diajarkan psikologi warna—misalnya, merah melambangkan urgensi, biru melambangkan kepercayaan. Memahami bagaimana warna berinteraksi (harmoni dan kontras) memungkinkan mereka menciptakan mood yang tepat dan memperkuat narasi visual dari desain mereka.
Tipografi juga menjadi fokus mendalam. Memilih jenis font yang tepat—serif, sans-serif, atau script—dapat mengubah keseluruhan makna pesan. Siswa belajar tentang kerning (jarak antar huruf) dan leading (jarak antar baris) untuk memastikan teks dalam setiap Rancangan Grafis mudah dibaca dan memiliki daya tarik.
Penggunaan software desain berbasis vektor, seperti Inkscape atau Adobe Illustrator, diperkenalkan secara bertahap. Siswa memulai dengan bentuk geometris sederhana, belajar tentang lapisan (layers) dan alat pen tool. Penguasaan perangkat lunak adalah alat, tetapi fondasi teori tetap menjadi prioritas utama.
Rancangan Grafis yang efektif harus memiliki kesatuan (unity). Semua elemen—warna, font, dan gambar—harus bekerja bersama untuk tujuan yang sama. Klub melatih siswa dengan proyek-proyek identitas visual sederhana, seperti merancang logo sekolah atau poster acara, untuk menerapkan prinsip kesatuan ini secara menyeluruh.
Sesi kritik desain (design critique) adalah bagian integral dari proses belajar. Siswa mempresentasikan pekerjaan mereka dan menerima umpan balik yang konstruktif. Budaya kritik yang suportif ini meningkatkan kemampuan analitis siswa dan mengajarkan mereka cara menerima dan menerapkan saran untuk peningkatan desain secara terus-menerus.
